TikTok dan perusahaan induknya, ByteDance, berpendapat bahwa larangan potensial akan melanggar hak kebebasan berekspresi bagi pengguna AS.

Pengacara untuk aplikasi media sosial TikTok dan perusahaan induk ByteDance sedang berhadapan di pengadilan dengan Departemen Kehakiman Amerika Serikat atas potensi larangan yang menurut perusahaan tersebut akan melanggar undang-undang kebebasan berbicara AS.

Pada hari Senin, panel tiga hakim Pengadilan Banding federal AS di Washington, DC mulai mendengarkan argumen lisan dari kedua belah pihak.

Aplikasi berbagi video yang digunakan oleh 170 juta orang di AS berpendapat bahwa larangan tersebut akan menjadi “penyimpangan radikal dari tradisi negara ini dalam memperjuangkan Internet terbuka”, sementara Departemen Kehakiman mengatakan aplikasi tersebut menimbulkan “ancaman serius terhadap keamanan nasional”.

Pada bulan April, Kongres AS dengan suara mayoritas meloloskan rancangan undang-undang bipartisan yang mengharuskan ByteDance untuk melepaskan aset TikTok AS-nya paling lambat tanggal 19 Januari atau menghadapi larangan nasional, didorong oleh kekhawatiran bahwa pemerintah Tiongkok dapat menggunakan TikTok untuk memata-matai orang-orang di AS atau mengakses data mereka.

Perusahaan tersebut mengecam kekhawatiran tersebut sebagai hal yang tidak berdasar, dengan menyatakan bahwa mereka tidak pernah diminta untuk membagikan data pengguna AS dengan pemerintah Cina. ByteDance sedang mencari putusan pengadilan yang melarang undang-undang tersebut berlaku.

“Bahkan jika divestasi itu memungkinkan, TikTok di Amerika Serikat akan tetap menjadi cangkang dari dirinya yang dulu, tanpa teknologi inovatif dan ekspresif yang menyesuaikan konten untuk setiap pengguna,” perusahaan itu menyatakan dalam sebuah ringkasan hukum pada bulan Juni. “Itu juga akan menjadi pulau, yang mencegah warga Amerika bertukar pandangan dengan komunitas TikTok global.”

Survei terhadap orang dewasa AS oleh Pew Research Center pada bulan Juli dan Agustus menemukan adanya penurunan dukungan untuk pelarangan aplikasi tersebut, dengan 32 persen mendukung, 28 persen menentang, dan 39 persen tidak yakin. Sebagian besar responden juga menyatakan skeptis bahwa pelarangan akan berlaku.

Survei Pew pada bulan Desember 2023 juga menemukan penentangan yang lebih kuat terhadap larangan di kalangan anak muda, dengan hanya 18 persen remaja AS yang mengatakan mereka mendukung pelarangan aplikasi tersebut.

Baik TikTok maupun Departemen Kehakiman telah meminta keputusan paling lambat tanggal 6 Desember, cukup waktu bagi Mahkamah Agung AS untuk mempertimbangkan banding sebelum undang-undang tersebut berlaku.

Pemerintahan Presiden Joe Biden mengatakan lebih memilih kepemilikan oleh perusahaan non-Tiongkok daripada larangan langsung, sementara mantan Presiden Donald Trump mengatakan bahwa ia tidak akan mendukung larangan jika ia memenangi pemilihan ulang pada bulan November.

Sumber